Perantau Cilik Nan Tangguh Itu Pulang Kampung Demi Bangun Negeri

0
Bakal Calon Bupati Malra 2024-2029 Martinus Sergius Ulukyanan (MSU).

Bakal Calon Bupati Malra 2024-2029 Martinus Sergius Ulukyanan (MSU).

Merantau sejak kecil, di tanah besar Irian Barat, dia akhirnya pulang jua ke pulau-pulau kecil Nuhu Evav.


Langgur, wartaakurat.com – Sejauh manapun burung bangau terbang, ia akan kembali ke ranting jua. Pepatah tua ini,  sungguh pas bagi Martinus Sergius Ulukyanan alias Ateng. Merantau sejak kecil, di tanah besar Irian Barat, dia akhirnya pulang jua ke pulau-pulau kecil Nuhu Evav.

Ketika itu tahun 1973. Angin timur bertiup kencang. Perahu kalulis siap memecah gelombang Laut Arafura. Ayah, Tom (10 tahun), Ateng (7 tahun), dan beberapa orang lain memulai pelayaran dari Hollat tujuan Langgur. 

Mereka tiba di Pantai Maswain, dekat Yamtel. Dari situ, rombongan berjalan kaki menuju Ohoilim, Wakol, dan Elat. Cuaca ekstrem memaksa mereka beristirahat di Elat. Seminggu lamanya mereka tinggal di rumah keluarga Latar.

Ketika laut mulai tenang, rombongan bertolak dari Elat ke Langgur sekitar jam 09.00 WIT. Berlayar sambil mendayung, kalulis akhirnya tiba di Pantai Ohoingur, jam 21.00 WIT. Dua belas jam yang dramatis.

Pelayaran sekecil itu sungguh berkesan bagi bocah Ateng. Ia mengenangnya bertahun-tahun sebab peristiwa itu menjadi pengalaman pertama kali pergi merantau. Tujuan ke Langgur tidak lain adalah sekolah.

Ateng bernama lengkap Martinus Sergius Ulukyanan (MSU). Ia anak kedua dari tujuh bersaudara. Kakaknya Thomas Ulukyanan alias Tom, politisi Partai Demokrat yang saat ini menjadi anggota DPRD Malra 2019-2024. Lima adiknya secara berurutan yakni Alm. Yohanis Don Bosco Ulukyanan (Tedi); Egidius Ulukyanan (Egi) bekerja sebagai PNS di Kabupaten Puncak Jaya; Alm. Kostantinus Ulukyanan (Utan); Esterlina Ulukyanan (Aci) Guru PNS di Hollat; dan si bungsu Yohana Domatila Ulukyanan (En), juga PNS di Puncak Jaya. 

Kampung Hollat, 1973.
Kampung Hollat, 1973.

Ayah Ateng bernama Krispinus Petrus Ulukyanan (Pin). Ia seorang petani ulung, yang menjabat Orangkay Hollat. Ibunya, Yosefina Vatren Rahail, perawat di Rumah Sakit Santo Yosep Katlarat.

Tiba di Langgur, Ateng dan keluarga bermalam di rumah Valen Dumatubun, Orangkay Langgur. Valen adalah ayah kandung Hironimus Dumatubun, Orangkay Langgur hari ini. 

Keesokan harinya, mereka pindah ke kediaman Raja Maur Ohoiwut J. P. Rahail di Watdek. Sambil menetap di Watdek, mereka membangun rumah di depan Goa Hati Kudus Ohoijang. 

Selama di Langgur, Ayah membuka lahan kebun di Reb. Lokasi itu kini dijadikan Taman Makam Pahlawan Rudira Jaya. Ayah tidak hanya menjadi petani. Ia juga nelayan handal. Tom dan Ateng sering ikut Ayah melaut dan berjualan ikan sampai ke Disuk, Wain, dan Semawi. Mereka biasanya singgah di rumah Nene Raja Wain, termasuk barter ikan dengan enbal di Wain. Enbal itu diolah untuk dijual kembali di Langgur. 

Ilustrasi perahu kalulis.
Ilustrasi perahu kalulis.

Ayah akhirnya pulang kampung. Ia harus urus ohoi. Perahu, jaring, bubu, ditinggalkan untuk lima anaknya. Dengan modal kebun dan alat tangkap, aktivitas berjualan ikan terus dilanjutkan. Mereka harus berjuang bertahan hidup.

Setiap musim ikan puri (teri), Ateng dan saudara-saudaranya melaut di Teluk Kolser. Mereka sendiri mendayung sampan dari malam hingga pagi, untuk menjual hasil tangkapan di Wain dan sekitarnya. Kadangkala, lima kakak-beradik itu harus memungut beras di Gudang Beras Watdek. Ganco kaum buruh telah melubangi karung beras. Beras yang tercecer itulah yang dikumpul.

Setelah menetap di Ohoijang, belakangan mereka pindah ke Kolser, di rumah Bapak Damianus Reyaan, seorang anggota TNI. Dari Kolser, mereka melanjutkan sekolah di SD Nasional Katolik Mathias I Langgur. Kepala Sekolah saat itu Ibu Domatila Refra, tante Advokat Cosmas Refra.

Naik kelas 6, Ateng balik ke kampung dan menamatkan sekolah di SD Nasional Katolik Hollat. Dari sinilah, lagi-lagi Ateng kecil melakukan perjalanan kedua. Kali ini lebih jauh dan lebih lama. Ia bersama keluarga ke Biak, Irian Barat. Di sana, Ateng masuk SMP Negeri 2 Biak, dan SMA Kristen Biak.

KULIAH DAN KELAPA SAWIT

Selepas SMA, Ateng punya impian bisa kuliah. Ia memutuskan kuliah di Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) Universitas Cendrawasih (Uncen) Jayapura. Meskipun tidak punya cukup uang untuk biaya kuliah. Beruntung, pengalaman masa kecil telah menempa dirinya sebagai pribadi yang ulet dan mandiri. Ateng sanggup membiayai hidup dan kuliahnya sendiri.

Sambil kuliah, Ateng bekerja sebagai tukang bangunan. Itu pun masih kurang. Ia harus mencari pendapatan tambahan, dengan bekerja di perkebunan kelapa sawit. Konsekuensinya, dia harus cuti kuliah. Akibatnya Ateng baru wisuda tahun 1995 setelah hampir tujuh tahun belajar di Uncen. 

KARIR DAN ORGANISASI 

Sesuai moto hidupnya, mengalir seperti air, Ateng tidak pernah diam. Sarjana lulusan Uncen itu langsung bekerja sebagai penyuluh di Kantor BKKBN Kota Jayapura walau status honorer. Ateng baru jadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tahun 2001 di Kabupaten Puncak Jaya. Saat itu, ia diajak Bupati Elieser Renmaur dan Wakil Bupati Lukas Enembe.

Dalam perjalanan karir, Ateng pernah menjabat Bendahara Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol), dan Kepala Sub Bagian pada Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Ia kemudian ditugaskan di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Puncak Jaya sebagai Bendahara, tahun 2009. 

Selaku Bendahara KPU, Ateng juga dipercayakan menjabat Plt. Sekretaris KPU Puncak Jaya 2009-2012. Kemudian menjadi Sekretaris KPU Puncak Jaya 2012-sekarang. Dalam jabatannya itu, hari ini Ateng bukan lagi pegawai daerah, melainkan pegawai pusat. 

Pengalaman organisasinya mulai dari Organisasi Siswa Intern Sekolah (OSIS) di SMP dan SMA. Ia aktif di organisasi pencinta alam lingkungan selama kuliah. Juga berkecimpung dalam organisasi-organisasi mahasiswa Katolik, hingga Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). 

KELUARGA

Di balik pria sukses ada wanita tangguh. Pepatah ini pantas disematkan kepada Ateng dan keluarga kecilnya. Ia menikah dengan gadis Biak Yosefina Mambruaru. Pasangan ini dikaruniai tiga orang anak. Anak pertama Devi Yulia Ulukyanan, saat ini berprofesi sebagai dokter di Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Anak kedua Andre Romario Ulukyanan, PNS di Nabire. Lulusan IPDN itu pernah bertugas di Dobo, Aru. Anak ketiga Rosario Martin Ulukyanan, masih duduk di SMP. 

Rencana Tuhan tidak bisa diduga. Tahun 2019, Ateng harus kehilangan wanita yang telah menemaninya selama hampir 30 tahun. Ateng kemudian menikah dengan Ibu Florentina Ulukyanan, November 2023 di Gereja Katedral Langgur. Mereka dinikahkan oleh Pastor Eko Reyaan, Pr, Wakil Uskup Kei Kecil. Kini mereka sedang menanti kelahiran seorang buah hati. 

Pastor Eko Reyaan, Pr, menikahkan Martinus Sergius Ulukyanan (MSU) dengan Florentina Ulukyanan, di Gereja Katedral Langgur, pada November 2023 lalu.
Pastor Eko Reyaan, Pr, menikahkan Martinus Sergius Ulukyanan (MSU) dengan Florentina Ulukyanan, di Gereja Katedral Langgur, pada November 2023 lalu.

KARENA CINTA 

Sekitar setengah abad, pria kelahiran Katlarat, 26 Mei 1966 itu, menjalani hidupnya di perantauan. Ateng banyak menorehkan prestasi di Papua. Berbekal pengalaman dan kemampuannya itu, ia ingin kembali mengabdikan dirinya untuk Kabupaten Maluku Tenggara.

“Dengan niat tulus dan keyakinan kuat, sudah saatnya kami berbuat sesuatu yang betul-betul bermanfaat bagi masyarakat Maluku Tenggara. Hal ini seiring dorongan dan dukungan masyarakat luas di Maluku Tenggara maupun di tanah rantau, kami telah bulat tekad menjadi satu bakal calon Bupati Maluku Tenggara,”

Ateng mengaku, selama di rantau, ia tidak pernah melupakan tanah kelahirannya. Buktinya, ia rajin pulang ke kampun. Dua-tiga kali setahun, ia selalu menengok kampung halaman. Ia terus memantau perkembangan di Maluku Tenggara, melalui media nasional, media lokal, media sosial, dan informasi dari keluarga dan masyarakat Maluku Tenggara.

“Begitulah rasa cinta kami terhadap kampung halaman,” ungkap Ateng.

KEUNGGULAN MSU

  1. Berasal dari keluarga sederhana, ayahnya petani, ibunya karyawan swasta/seorang perawat. Sehingga turut merasakan seluk-beluk kehidupan orang susah.
  2. Pekerja keras/ulet sejak kecil.
  3. Bertanggung jawab.
  4. Cenderung mengejar perubahan/visioner.
  5. Punya kebiasaan mengayomi.
  6. Pendengar yang baik.
  7. Bermoral baik.
  8. Cinta damai.
  9. Punya kemampuan birokrasi dan pengelolaan keuangan yang mumpuni.

Bagikan ini:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *